Masjid Agung Ponpes Sunan Drajat Lamongan

Pondok pesantren pada awal perkembangan merupakan Lembaga Pendidikan‭ ‬Indegenous‭ ‬dan penyebaran agama Islam di Indonesia tumbuh dari dalam dan untuk masyarakat‭ (‬Nurkholis Madjid,‭ ‬1997:‭ ‬3‭)‬.‭ ‬Pada abad ke-‭ ‬16‭ ‬M pesantren sebagai Lembaga‭ ‬Pendidikan rakyat terasa sangat berbobot terutama dalam bidang penyiaran agama Islam.‭ ‬Selanjutnya kehadiran Pesantren adalah sebagai pemenang dari persaingan‭ “‬nilai‭” ‬dengan‭ “‬nilai‭” ‬yang dianut oleh masyarakat‭ ‬sebelumnya,‭ ‬sehingga Pesantren dapat diterima sebagai panutan masyarakat,‭ ‬khususnya di bidang moral.

Perkembangan pesantren seperti telah dipaparkan diatas,‭ ‬yang menurut M.A.‭ ‬Fattah Santoso dalam tulisannya yang berjudul‭ “‬Pengembangan‭ ‬Masyarakat Melalui Pesantren‭ ‬:‭ ‬Mencari Akar Teologis‭“‬,‭ ‬Pesantren‭ ‬memberikan indikasi adanya daya suai dan daya tahan tertentu dalam diri pesantren terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.‭ ‬Persoalan yang muncul di kalangan pengamat pesantren pada parohan kedua dasawarsa‭ ‬1970-an adalah‭ ‬:‭ ‬Apakah daya tahan dan daya suai pesantren yang secara historis ada itu dapat dijadikan pangkal titik tolak untuk mengantisipasi pembangunan yang telah dijalani bangsa Indonesia‭? ‬Pembangunan memerlukan dukungan dari pesantren karena pesantren yang kebanyakan berbasis di pedesaan dan diperkirakan pengaruhnya berakar di masyarakat itu yang dihadapkan pada masalah‭ ‬keterbelakangan mayoritas rakyat Indonesia‭ ‬di‭ ‬pedesaan akibat polarisasi ekonomi yang belum tuntas terpecahkan selama dua dasawarsa terakhir sejak pemerintahan orde baru mencanangkan program pembangunan nasional‭ (‬Sudirman Tebba,‭ ‬tt‭ ‬:‭ ‬I‭)‬.‭ ‬Walaupun paradigma pertumbuhan yang pada mulanya menjadi acuan pembangunan nasional telah dikoreksi dengan paradigma pemerataan sejak awal pelita III‭ “ ‬pembangunan lima tahun tahap III‭ “ (‬Moelyanto Tjokrowinoto,‭ ‬1986:‭ ‬109‭)‬.‭ ‬Dan keterbelakangan mayoritas rakyat,‭ ‬bagaimanapun menyebabkan potensi-potensi mereka tidak berkembang.‭

Pro dan kontra terhadap program pengembangan masyarakat melalui pesantren mengimplisitkan kebaruan program tersebut bagi dunia pesantren,‎ ‏padahal pesantren sebagai Lembaga sosial keagamaan memiliki juga program-program sosialnya,‭ ‬seperti memberikan layanan medis tradisional dan layanan konsultatif tentang persoalan kehidupan sehari-hari‭ (‬Mansour Faqih,‭ ‬1987‭ ‬:‭ ‬5‭)‬.‭ ‬Adakah perbedaan program sosial yang konvensional dan program pengembangan masyarakat‭? ‬menurut pengamatan Mansour Faqih,‭ ‬seorang aktivitis‭ (‬pada dasawarsa‭ ‬1980-an‭) ‬dari Lembaga P3M yang mengkoordinasikan jaringan kerja antara pesantren-pesantren yang melaksanakan program pengembangan masyarakat,‭ ‬terdapat perbedaan yang mendasar antara keduanya baik dalam basis filosofis dan motivasinya maupun dalam pendekatan dan teknik-teknik operasionalnya.‭

Pondok Pesantren (Ponpes) Sunan Drajat diakui sebagai satu-satunya lembaga pendidikan warisan dari Wali Songo. Pengasuh Ponpes Sunan Drajat Prof. Dr. KH Abdul Ghofur mengatakan delapan pesantren peninggalan Wali Songo telah dihancurkan dan berkasnya sudah dibawa oleh Belanda.

“Satu-satunya pondok pesantren yang tersisa dari Wali Songo ya cuma Sunan Drajat ini. Delapan lainnya sudah hilang,” kata Prof. Dr. KH. Abdul Ghofur di Ponpes Sunan Drajat Banjarwati, Paciran, Lamongan, Jawa Timur.

(Hr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *